·13 July 2023

Dasar Hukum Sewa Beli Rumah, Bagaimana Ketentuannya?

·
6 minutes read
Dasar Hukum Sewa Beli Rumah, Bagaimana Ketentuannya?

Ingin sewa beli rumah tapi bingung tentang dasar hukum? Cari tahu di sini!

Sewa beli rumah adalah suatu skema perjanjian di mana seseorang atau keluarga menyewa sebuah rumah dengan opsi untuk membelinya di masa depan. Dalam skema ini, penyewa membayar sewa pada pemilik rumah dalam jangka waktu tertentu. Sementara sebagian atau seluruh pembayaran sewa tersebut dapat diakumulasikan sebagai modal pembelian rumah di masa depan.

Tujuan dari sewa beli rumah adalah memberikan kesempatan kepada individu atau keluarga yang belum memiliki kemampuan finansial untuk membayar uang muka yang besar atau tidak memenuhi syarat KPR (Kredit Pemilikan Rumah) secara langsung. Dengan membayar sewa secara teratur, mereka dapat membangun modal dan memperoleh kepemilikan rumah di kemudian hari.

Nah, berikut ini adalah beberapa dasar hukum dalam skema sewa beli rumah.

Dasar Hukum Sewa Beli Rumah

BACA JUGA: Apa yang Dimaksud dengan Perjanjian Sewa Beli? Ini Penjelasan beserta Contohnya, Lengkap!

1. Asas kebebasan berkontrak dan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

rumah
Source: Unsplash.com

Dasar hukum untuk perjanjian sewa beli rumah didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Pasal ini menyatakan bahwa semua perjanjian yang sah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Prinsip ini mencerminkan asas kebebasan berkontrak. Di mana kata “semua” mencakup segala jenis perjanjian, baik yang diatur maupun yang tidak diatur secara khusus oleh undang-undang.

Berdasarkan isi Pasal tersebut, setiap perjanjian yang dibuat akan mengikat kedua belah pihak. Setiap individu memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian selama tidak melanggar norma kesusilaan dan ketertiban umum yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.

Namun, penting untuk memahami bahwa asas kebebasan berkontrak ini tidak bersifat absolut. Terdapat pembatasan-pembatasan tertentu seperti yang diatur oleh undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

Pembatasan pada asas kebebasan berkontrak ini bertujuan untuk mengatasi ketidakadilan yang mungkin terjadi dalam hubungan perjanjian antara pihak-pihak yang memiliki tingkat kekuatan tawar yang tidak seimbang.

Secara umum, perjanjian terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak antara dua pihak yang memiliki posisi yang seimbang. Di mana keduanya berusaha mencapai kesepakatan melalui proses negosiasi. Namun, saat ini terlihat adanya kecenderungan di mana banyak perjanjian dalam transaksi bisnis tidak melalui proses negosiasi yang seimbang.

Sebaliknya, salah satu pihak telah menyiapkan syarat-syarat baku dalam formulir perjanjian yang sudah dicetak, dan kemudian menyerahkannya kepada pihak lain untuk disetujui tanpa memberikan kebebasan yang sama kepada pihak yang satu untuk bernegosiasi mengenai syarat-syarat yang diajukan. Jenis perjanjian seperti ini disebut sebagai perjanjian baku, perjanjian standar, atau perjanjian adhesi.

BACA JUGA: Ingin Sewa Apartemen di Jakarta? Ketahui Dulu Tipe, Jenis, Cara Sewa, hingga Biaya Perawatannya

2. Dasar hukum sewa beli: Pasal 1329 KUH Perdata tentang jenis-jenis perjanjian

Dalam KUH Perdata, terdapat dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat), sebagaimana diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata. Perkembangan kontrak atau perjanjian saat ini merupakan hasil logis dari kerja sama bisnis antara pelaku bisnis. Dalam perjanjian, satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain.

Sewa beli adalah salah satu jenis perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata. Namun, karena Buku III KUH Perdata mengadopsi sistem terbuka, para pihak diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, perjanjian sewa beli, sebagai perjanjian innominaat, juga tunduk pada ketentuan umum tentang perjanjian.

3. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80

dasar hukum sewa beli
Source: Unsplash.com

Dasar hukum untuk penerapan perjanjian sewa beli rumah didasarkan pada Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang Perijinan Sewa beli (Hire Purchase), Jual Beli Dengan Angsuran, dan Sewa (Renting). Dalam keputusan ini, dijelaskan pengertian sewa beli sebagai berikut:

Sewa beli adalah suatu bentuk perjanjian di mana penjual menjual barang dengan mempertimbangkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli melalui pelunasan harga yang telah disepakati. Perjanjian ini mengikat kedua belah pihak dan hak kepemilikan atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli setelah pembeli melakukan pembayaran lunas atas harga barang kepada penjual.

Dengan demikian, Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 memberikan dasar hukum yang mengatur perjanjian sewa beli, termasuk dalam konteks sewa beli rumah.

Keputusan ini menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan perjanjian sewa beli, pembayaran angsuran, dan hak kepemilikan atas barang setelah pembayaran lunas dilakukan oleh pembeli kepada penjual.

BACA JUGA: Sewa Beli Rumah adalah Skema Pembiayaan Seperti Apa? Begini Penjelasan Lengkapnya

4. Dasar hukum sewa beli: Wanprestasi dan berakhirnya perjanjian

Akibat hukum jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian sewa beli rumah, secara otomatis perjanjian tersebut tidak perlu dimintakan pembatalan, melainkan sudah batal demi hukum. Namun, perlu diperhatikan bahwa ketentuan Pasal 1266 ayat 2 KUH Perdata menjelaskan bahwa akibat hukum wanprestasi tidak batal secara hukum, melainkan harus dimintakan pembatalan kepada hakim.

Selain itu, Pasal 1244 hingga Pasal 1252 KUH Perdata mengatur mengenai ganti rugi yang dapat diberikan atas wanprestasi, termasuk pembayaran kerugian nyata yang dialami, penggantian ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan, dan kemungkinan untuk menuntut kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Tuntutan terkait dengan wanprestasi dalam perjanjian sewa beli dapat diajukan sesuai dengan ketentuan yang lebih jelas diatur dalam Pasal 1267 KUH Perdata. Pasal ini menyebutkan beberapa opsi yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Pemenuhan perjanjian sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan; b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi; c. Pembayaran ganti rugi saja; d. Pembatalan perjanjian; e. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi.

Berakhirnya suatu perjanjian sewa beli rumah dapat terjadi dalam beberapa situasi, yaitu:

  1. Pembayaran telah dilunasi sepenuhnya;
  2. Pihak kedua (pembeli sewa) meninggal dunia tanpa ahli waris yang melanjutkan perjanjian;
  3. Pihak pembeli jatuh pailit dan kendaraan disita;
  4. Terjadi pengambilalihan oleh pihak penjual sewa atas objek sewa beli yang dilakukan oleh pihak lain karena pembeli telah mengalihkan objek sewa beli kepada pihak lain;
  5. Terjadi wanprestasi dari pihak kedua (pembeli sewa);
  6. Terdapat putusan pengadilan terkait dengan perjanjian;
  7. Terjadi tindak pidana seperti penipuan, perusakan, atau penggelapan;
  8. Pihak ketiga melakukan tindakan melawan hukum terkait dengan perjanjian.

ARTIKEL MENARIK LAINNYA:


Itu dia beberapa dasar hukum yang bisa dijadikan acuan dalam skema sewa beli rumah. Jadi, tertarik untuk menggunakan metode ini supaya lebih untung dalam mendapatkan rumah?

Cari hunian yang nyaman dan estetik sekarang gampang. Tinggal buka aplikasi atau kunjungi website Rukita, perusahaan proptech penyedia hunian sewa jangka panjang tepercaya dan antiribet. Tersebar di berbagai kota di Indonesia, tinggal di Rukita dijamin nyaman banget. Coba cek Apartemen Thamrin Residence, deh.

Cari kost dekat telkom universitykost dekat unairkost dekat ugmkost dekat binus alam suterakost dekat uikost dekat unj? Di Rukita semua lengkap!

Jangan lupa unduh aplikasi Rukita via Google Play Store atau App Store, atau kunjungi www.rukita.co. Mau cari info kost lainnya? Yuk, intip di Infokost.id!

Follow juga akun Instagram Rukita di @rukita_indo, Twitter di @rukita_id, dan TikTok di @rukita_id untuk berbagai info terkini serta promo menarik!

Bagikan artikel ini