Mengenal Orthorexia Nervosa: Ketika Obsesi Makan Sehat jadi Berbahaya
Apa jadinya jika makan sehat jadi ‘musuh’ bagi tubuh?
Dalam menerapkan pola hidup sehat, tuh, mengonsumsi makanan sehat merupakan hal penting selain olahraga. Mengonsumsi makanan sehat tentunya bukan hanya untuk menjaga postur tubuh, tapi juga meningkatkan imunitas.
Jika berbicara soal makanan sehat, pasti yang kita pikirkan adalah dampak yang positif, bukan? Nggak heran jika tak sedikit orang yang berusaha menjaga asupan makanan demi ‘investasi’ kesehatan tubuh.
Namun, tahukan kamu kalau mengonsumi makanan sehat juga bisa memberikan dampak buruk?
Hal ini bisa terjadi jika mengonsumsi makanan sehat menjadi sebuah obsesi. Bukannya membuat tubuh sehat, terobsesi makan sehat bisa menjadi bumerang yang berujung pada gangguan pola makan.
Gangguan pola makan inilah yang disebut dengan orthorexia nevosa.
Apa Itu Orthorexia?
Orthorexia nevosa merupakan suatu perilaku yang dianggap sebagai eating disorder atau gangguan pola makan. Seseorang yang mengidap orthorexia memiliki perilaku terlalu fokus atau terobsesi kepada makan sehat.
Mungkin kamu baru mendengarnya, tapi gangguan pola makan ini sudah diperkenalkan sejak tahun 90-an, lho! Nama orthorexia sendiri merupakan gabungan dari kata “Anorexia” dan “Ortho”.
Seorang pengidap orthorexia terobsesi dalam menciptakan pola makan yang sempurna dengan hanya mengonsumsi makanan sehat. Mungkin hal ini terdengar baik, tapi nyatanya perilaku obsesi ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
Apa Dampak dari Othorexia?
Mengapa obsesi makan sehat ini bisa menjadi bumerang bagi tubuh? Sebab, pengidap orthorexia terlalu membatasi dirinya sendiri dalam mengonsumsi makanan.
Pengidap hanya mengonsumsi variasi makanan yang berkalori sangat rendah. Jenis makanan seperti ini amat terbatas bukan? Pada akhirnya kebiasaan ini bukannya menyehatkan, tapi asupan gizi dan nutrisi jadi nggak seimbang.
Sama halnya seperti eating disorder anorexia dan bulimia, gangguan orthorexia bisa menyebabkan kondisi malnutrisi. Jenis malnutrisi yang sering terjadi pada pengidap orthorexia adalah kekurangan zat kalsium, zat besi, dan energi kronik.
1. Dampak fisik
Kekurangan gizi ini bisa memicu berbagai penyakit lainnya pada tubuh, misalnya anemia, ketidakseimbangan hormon, hingga masalah pencernaan. Orthorexia yang parah juga bisa menyebabkan gangguan jantung, osteoporosis, hingga komplikasi fisik.
2. Dampak psikologis
Selain pada fisik, orthorexia juga bisa memberi dampak buruk bagi kesehatan psikologis. Pengidap orthorexia sangat rentan mengalami stres hingga depresi jika ia merasa tidak memenuhi konsumsi makanan sehat.
Pengidap akan merasa bersalah dan benci kepada diri sendiri jika melanggar aturan makan sehat yang telah ia buat. Selain itu, pengidap orthorexia juga menghabiskan terlalu banyak waktu dalam meneliti kandungan makanan yang ia konsumsi.
Selain memicu kecemasan, meneliti makanan sehat secara berlebihan bisa menurunkan produktivitas karena kurang mampu berkonsentrasi pada hal lain. Bahkan kebiasaan ini juga bisa membuatnya sulit menjalin hubungan hangat dengan orang sekitarnya.
Apa Gejala Orthorexia?
Lantas, bagaimana cara mengetahui jika seseorang mengidap orthorexia? Nah, nggak seperti eating disorder lainnya, orthorexia lebih mengacu kepada kondisi psikologis sehingga tidak ada definisi diagnosis secara klinis.
Namun, ada beberapa gejala, nih, yang menunjukkan bahwa seseorang menderita orthorexia, seperti yang berikut ini:
- Terobsesi menghindari kelompok jenis makanan tertentu tanpa saran medis yang jelas.
- Memiliki daftar jenis makanan yang menurutnya boleh dikonsumsi, bisanya hanya sekitar 10 jenis.
- Memiliki aturan pola makan sehat terlalu ketat tanpa saran medis yang jelas.
- Khawatir berlebihan tanpa alasan jelas terhadap penyajikan dan cara membersihkan makanan.
Sementara itu, gejala orthorexia yang sudah parah adalah sebagai berikut:
- Merasa bersalah jika melanggar aturan pola makan sehat buatannya sendiri atau mengonsumsi makanan yang ia anggap tidak sehat.
- Merasa puas ketika mengonsumsi makanan yang ia anggap sehat.
- Menghabiskan terlalu banyak waktu dalam memikirkan jenis atau kandungan makanan yang dikonsumsi.
- Khawatir berlebihan hingga tidak mau mengonsumsi makanan yang disajikan oleh orang lain.
- Menghakimi pola makan orang lain karena menurutnya tidak sehat hingga menjaga jarak dari orang-orang yang memiliki pemahaman berbeda tentang makan sehat.
- Membuat aturan dan rencanan ketat tentang makanan yang harus ia konsumsi setiap harinya.
- Mengalami mood swing, depresi, dan kecemasan karena memikirkan makanan.
- Mengalami malnutrisi yang mengakibatkan dampak fisik, seperti sering pusing, mudah lelah, berat badan turun secara cepat, butuh waktu lebih lama untuk sembuh ketika sakit, dan lainnya.
Bagaimana Cara Menangani Orthorexia?
Langkah awal untuk menangani orthorexia adalah mengidentifikasi keberadaannya. Akan lebih mudah jika pengidap menyadari dan mau menerima bahwa pola makan yang ia jalani tidak baik untuk kesehatan.
Umumnya, penanganan orthorexia melalui psikoterapi, pengobatan, dan terapi perilaku. Namun, pengidap juga butuh dukungan dari lingkungan sekitar untuk dapat pulih lebih baik.
Dalam mengatasi masalah psikologis, ketahuilah faktor apa yang memengaruhi perilaku pengidap sehingga terlalu terobsesi dengan makan sehat. Pahami juga pola hidup sehat sesuai aturan medis yang tentunya mencukupi nutrisi bagi tubuh.
Memahami pola hidup sehat yang benar sangat penting untuk membuat pengidap orthorexia keluar dari obsesinya tersebut. Untuk memulihkan kondisi fisik, terapkanlah konsumsi makanan dengan nutrisi seimbang dan menjaga berat badan ideal.
Ingat, berat badan ideal bukan berarti harus kurus atau langsing, lho! Berat badan ideal bisa kita hitung menggunakan rumus Brosca oleh Pierre Paul Broca. Rumus berat badan ideal atau normal yaitu: Berat Badan Normal (kg) = Tinggi Badan (cm) – 100.
Selain itu, terapi kognitif juga merupakan langkah penanganan untuk orthorexia. Terapi ini biasa untuk menangani gangguan obsesif-kompulsif.
Perawatan untuk menangani orthorexia ini tentu saja harus dilakukan secara bertahap. Efektivitas metode penanganannya pun bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Namun, jika kamu merasakan gejala orthorexia, jangan pernah ragu untuk memeriksakan diri ke dokter, ya!
Nah, itulah hal-hal mengenai orthorexia, sebuah eating disorder yang menunjukkan obsesi makan sehat. Memang, mengonsumsi makanan sehat sangatlah baik, tapi segala sesuatu yang berlebihan bisa membuatnya berubah jadi hal negatif.
Apakah kamu pernah mendengar tentang obsesi makan sehat ini sebelumnya? Atau ada orang-orang terdekatmu yang menunjukkan gejala serupa? Tinggalkan komentarmu di bawah, ya!
Bagikan artikel ini