Fenomena Quiet Quitting adalah Tren Dunia Kerja yang Ramai Dibicarakan Gen Z, Apa Itu?
Quiet quitting adalah fenomena di dunia kerja yang tren, kamu pernah melakukannya?
Apa kamu tipe pekerja yang hanya mengerjakan tugas yang diberikan? Selalu pulang tepat waktu? Mungkin saja kamu sedang menerapkan fenomena ‘quiet quitting’.
Istilah quiet quitting adalah ajakan untuk bekerja sesuai dengan porsi idealnya. Simpelnya, kamu hanya bekerja seperlunya saja sesuai tanggung jawab. Fenomena ini menjadi tren di kalangan pekerja Gen-Z untuk membuat batasan supaya nggak terlalu nyaman mengerjakan banyak pekerjaan tambahan.
Tren quiet quitting bisa dibilang berawal dari kebiasaan burn-out akibat pandemi yang membuat pekerja lebih banyak meluangkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, sampai membuat kehidupan pribadi nggak seimbang.
Quiet Quitting adalah Istilah di Dunia Kerja yang Tren, Ini Faktanya
Fenomena ini adalah menolak gagasan kalau pekerja harus bekerja melampaui jobdesk mereka, dan mengambil alih kehidupan pribadi seseorang, melansir dari suara.com. Bentuk dari tren quiet quitting adalah seperti menolak menjawab pesan tentang pekerjaan di luar jam kerja, hingga menolak tugas berdasarkan minat.
Bagi beberapa orang, nih, quiet quitting mungkin sebagai respons terhadap beban kerja berlebihan yang sering kali menjadi penyebab stres dan kelelahan fisik maupun mental. Di samping itu, quiet quitting adalah fenomena yang dianggap ‘sehat’ di tempat kerja.
Penasaran dengan tren di dunia kerja ini? Intip fakta menarik tentang quiet quitting berikut ini, yuk.
1. Ciri-ciri quiet quitting adalah ogah kerja over?
Tren quiet quitting adalah anggapan ogah kerja over dan ingin work-life balance, benarkah? Sebenarnya, istilah ini sebagai cara pekerja yang mau memperbaiki cara kerja mereka agar nggak mengalami overwork sampai berujung burn-out.
Meski secara harfiah arti quiet quitting adalah ‘berhenti diam-diam’, bukan berarti kamu benar-benar mengundurkan diri dari pekerjaan. Kata ini punya makna yang cukup berbeda, seperti ciri-ciri fenomena quiet quitting berikut ini:
- Menyelesaikan pekerjaan dan pulang kerja tepat waktu.
- Menolak mengerjakan pekerjaan di luar kewajiban tugas.
- Pekerjaan nggak memengaruhi emosi secara signifikan.
- Nggak membalas pesan, e-mail, atau telepon di luar jam kerja.
- Melakukan pekerjaan seperlunya, sesuai jobdesk dan gaji.
- Nggak terobsesi terhadap promosi karier atau pencapaian yang berlebihan.
- Nggak ada mengerjakan tugas tambahan ataupun mengambil jam lembur.
2. Penyebab munculnya tren quiet quitting
Tampaknya penyebab fenomena ini adalah berawal dari masa pandemi. Banyak pekerja terlalu sibuk dengan laptop dan ponsel, sehingga sulit memberikan batasan antara waktu kerja dan waktu pribadi. Yap, pandemi Covid-19 dianggap menjadi pemicu munculnya fenomena quiet quitting.
Kenapa banyak orang mengikuti tren quiet quitting? Ada beberapa alasan, misalnya saja ingin mendapat keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.
Selain itu untuk mengatasi kelelahan dan kelebihan beban kerja. Terlebih sistem kerja berubah menjadi work from home alias bekerja dari rumah. Hal ini membuat banyak pekerjaan mulai mengikuti tren quiet quitting.
BACA JUGA:
- Fakta Cancel Culture, Budaya Baru untuk Merusak Reputasi Orang | Cek Plus Minusnya!
- Hindari Burnout dan Stres selama WFH dengan Tips Mudah Ini!
- Cara Mengkritik Orang yang Baik dan Benar, Dijamin Nggak akan Bikin Baper
3. Benarkah baik untuk kesehatan?
Tren quiet quitting adalah fenomena yang baik untuk kesehatan, apakah benar? Tren yang ramai dibicarakan generasi Milenial dan Gen Z ini sebagai salah satu cara untuk mengatasi burnout akibat kelelahan.
Melalui quiet quitting, kamu bisa meningkatkan aturan batasan dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan, membantumu menjauh dari produktivitas yang terlalu melelahkan dan berdampak kepada kesehatan mental dan fisik.
Kamu juga bisa mengembalikan waktu istirahat yang sesuai dan menciptakan kesejahteraan dalam hidupmu. Nggak perlu lagi lembur dan bergadang menyelesaikan pekerjaan lagi, deh.
4. Dampak positif quiet quitting adalah cara tingkatkan produktivitas?
Quiet quitting adalah mekanisme koping untuk mengatasi kelelahan kronis akibat bekerja berlebihan. Tren ini memberikan dampak positif bagi kamu yang mulai mengikutinya, seperti untuk kesehatan mentalmu.
Untuk kamu yang menerapkan quiet quitting saat bekerja, tren ini bisa jadi penyeimbang antara kehidupan pribadi dan pekerjaan tanpa terbebani tuntutan jabatan.
Quiet quitting adalah cara untuk meningkatkan produktivitas dan motivasi bekerja, dan bermanfaat banget dalam mengasah keterampilan memecahkan masalah.
5. Dampak negatif
Meski memberikan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, namun buat kamu yang mengikuti tren ini bukan berarti nggak ada risiko. Mungkin saja, atasan atau senior di tempat kerja menganggap kamu nggak lagi punya motivasi bekerja keras.
Di sisi lain, dampak negatif quiet quitting adalah membuat kamu seperti kehilangan rasa terlibat, kehilangan tujuan pekerjaan, maupun kepuasan dalam bekerja. Hal-hal tersebut sebenarnya penting juga terkait dengan kesehatan mental.
Sebelum mengikuti tren ini, coba dipikir-pikir dulu. Apa kamu lebih nyaman mengikuti quiet quitting?
6. Menerapkan quiet quitting adalah cara menciptakan kehidupan seimbang
Berdampak positif tapi juga menjadi ancaman negatif buat karier kamu, lalu bagaimana menerapkan quiet quitting yang tepat? Jika kamu merasa nyaman dengan fenomena dunia kerja ini, nggak salah untuk mengikutinya.
Ini dia beberapa langkah yang dapat kamu terapkan supaya kehidupan pribadi dan karier tetap seimbang.
- Bekerja sesuai job desc, jangan terlalu banyak mengerjakan tugas di luar job desc. Mungkin sesekali bisa dimaklumi, tapi jangan sampai rekan kerja memanfaatkannya. Lebih fokus kepada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabmu!
- Kerjakan tugas sesuai porsi, mengerjakan semua tugasmu sampai selesai dan batasi diri untuk nggak bekerja di luar jam kantor. Jika jam kantor selesai, segera pulang, jangan memberikan respons terkait pekerjaan di luar jam kantor.
- Batasi diri, hindari melibatkan diri kamu ke dalam drama di kantor. Ingatlah kantor sebagai tempat kamu menukar kinerja dengan uang.
7. Quiet quitting vs hustle culture, kamu tim mana?
Kultur kerja ini juga menyaingi hustle culture, lho, yang berarti bekerja lebih banyak dan lebih sibuk dari orang lain dan dianggap hal normal. Sederhananya, kalau quiet quitting adalah membatasi diri dalam bekerja, sementara hustle culture adalah bekerja melampaui batas.
Awalnya tren hustle culture yang ramai dibicarakan. Bertolak belakang banget dari tren di dunia kerja yang baru saat ini, yaitu quiet quitting yang menganggap penting work-life balance.
Eits, kamu nggak harus mengikuti kedua tren tersebut, jika nggak cocok dengan kehidupanmu. Siapa pun boleh bekerja seperlunya maupun bekerja secara keras. Meski kamu yang punya kapasitas terkait kehidupan pribadi dan pekerjaan, jangan lupa tetapkan prioritas dan batasan dalam bekerja, ya.
Jadi, quiet quitting adalah tren baru di dunia kerja. Itulah deretan fakta soal quiet quitting, apa kamu tertarik menerapkannya saat bekerja? Share di kolom komentar, yuk.
Cari kost coliving dekat dengan kuliner, perkantoran, rumah sakit, maupun tempat strategis lainnya? Coba ngekost di Rukita saja!
Tersedia berbagai pilihan jenis kost coliving Rukita yang berada di lokasi strategis dengan akses mudah dekat berbagai tempat strategis. Nggak hanya di Jabodetabek dan Pulau Jawa saja, ada juga di beberapa kota besar Indonesia lainnya!
Jangan lupa unduh aplikasi Rukita via Google Play Store atau App Store, bisa juga langsung hubungi Nikita (customer service Rukita) di +62 811-1546-477, atau kunjungi www.rukita.co.
Follow juga akun Instagram Rukita di @Rukita_Indo dan Twitter di @Rukita_Id untuk berbagai info terkini serta promo menarik.
Bagikan artikel ini