Sinopsis Film Kartini, Kisah Pejuang Emansipasi Perempuan Indonesia
Simak sinopsis film kartini yang sangat inspiratif!
Kartini adalah tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Beliau terkenal dengan tulisannya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Dalam tulisannya seperti kumpulan surat ini, banyak pemikiran-pemikirannya yang berhasil membawa perempuan Indonesia untuk mendapatkan hak sama dengan laki-laki.
Bertepatan dengan hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April, mungkin kamu bisa melihat kehidupannya melalui film “Kartini”. Film ini pertama kali tayang tahun 2017 dan diperankan oleh Dian Sastrowardoyo dengan akting yang apik dan menawan.
Selain itu, nama-nama lain seperti Acha Septriasa, Ayushita, Christine Hakim, Reza Rahardian, Deddy Sutomo, Djenar Maesa Ayu, dan Adinia Wirasti juga berperan dalam film ini. Keren banget para pemainnya, kan?
“Kartini” disutradarai oleh Hanung Bramantyo, sutradara yang terkenal akan kesuksesan karya-karyanya dan berhasil menembus box office Indonesia. Psstt.. Film ini menghabiskan anggaran sebanyak Rp12 milyar untuk pembuatannya!
Film ini bahkan memenangkan piala di Festival Film Indonesia. Jadi, film “Kartini” nggak perlu kamu ragukan alur ceritanya. Yuk, langsung cek sinopsisnya!
Sinopsis Film Kartini, Perempuan dengan Pemikiran Melampaui Zaman
Sinopsis film “Kartini” menceritakan kisah hidup RA Kartini yang merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia, dari beliau kecil hingga dewasa.
“Kartini” berlatar tahun 1883 sampai 1903 dan berlokasi di Jepara, tempat tinggal Kartini. Berikut ini ulasan dan sinopsis lengkap film “Kartini”!
1. Kisah Kartini kecil yang harus terpisah dari ibunya
Kartini kecil harus menyaksikan ibunya terbuang dari rumahnya sendiri. Ngasirah, sang Ibu yang nggak memiliki darah ningrat harus keluar dari rumah dan tinggal di rumah belakang sebagai pembantu. Kartini bahkan tak bisa memanggilnya dengan sebutan ibu, melainkan yu.
Semua hal ini terjadi karena tradisi Jawa yang sudah turun-temurun dan nggak dapat dilawan, apalagi oleh Kartini yang masih kecil. Dia merasa sedih dengan semua itu, namun sang ayah, Raden Sosroningrat, meski sangat mencintai Kartini tetap nggak berdaya untuk melawan tradisi.
Ayahnya bahkan harus menikahi perempuan ningrat lain untuk bisa mendapatkan posisi bupati. Pengalaman masa kecil Kartini inilah yang menjadi pemicu untuk dia mulai tergerak menyetarakan hak-hak perempuan nantinya, baik itu perempuan biasa ataupun dari kalangan ningrat.
2. Perkenalan dengan dunia baru melalui buku
Waktu berlalu hingga saat Kartini mendapatkan menstruasi pertamanya yang menandakan dimulainya kehidupan pingitan. Kartini harus menjalani persiapan sebagai Raden Ajeng dan akan dinikahkan dengan seorang ningrat.
Tapi Kartini justru ingin merasakan kebebasan dalam mengenyam pendidikan seperti kakak laki-lakinya, RM Sosro Kartono merasa sedih dan tersiksa dengan kehidupan pingitan.
Saat itu, RM Sosro Kartono (diperankan oleh Reza Rahardian) mendapatkan beasiswa belajar ke Belanda. Kartono yang mengerti penderitaan Kartini kemudian memberikan sebuah kunci kepada adiknya sebagai hadiah.
Kartono mengatakan bahwa tubuh boleh terpasung tapi pikiran dan jiwa harus terbang sebebas-bebasnya dan kunci tersebut akan menghubungkan Kartini dengan dunia luar. Kunci itu adalah kunci lemari Kartono yang berisi buku-buku berbahasa Belanda.
Kartini sangat menikmati membaca buku-buku yang memberinya sebuah pengalaman baru dan berterima kasih kepada kakaknya atas hadiah tersebut. Dari buku-buku tersebut, Kartini bisa mengembangkan pemikiran dan wawasannya tentang dunia.
Masa itu, perempuan nggak diperbolehkan mengeyam pendidikan tinggi bahkan bagi yang berdarah ningrat sekalipun. Jadi, seperti yang dikatakan Kartono, bukulah yang menjadi kunci untuk melihat dunia luar dari dalam pingitan.
BACA JUGA : 10 Film Netflix Terbaik Berbagai Genre | Cocok untuk Temani Ngabuburit
3. Sisi lain seorang Kartini
Dalam film ini, kita bisa melihat sisi lain seorang Kartini. Mungkin di beberapa buku sejarah atau dalam pikiran kita sendiri berpikir bahwa Kartini adalah sosok yang anggun. Namun, dalam film ini diperlihatkan sisi pemberani dan tomboi dari Kartini.
Selain itu, kita juga bisa melihat bagaimana kedekatan antara Kartini dengan adik-adik perempuannya, Kardinah (Ayushita) dan Roekmini (Acha Septriasa). Kartini juga mendorong adik-adiknya untuk menjadi diri sendiri selama berada di dalam kamar bersama Kartini.
Mereka bisa tertawa sekeras mungkin, tidak perlu bersikap sopan dan menggunakan bahasa jawa krama kepadanya. Bahkan mendorong adik-adiknya agar membaca buku.
Kartini dan adik-adiknya juga suka memanjat pagar meski mengenakan kebaya. Mereka bisa menjadi bebas selama bersama dan nggak perlu menghiraukan tradisi. Selain itu, ketiga saudara tersebut melawan poligami dan berusaha memperjuangkan hak bagi kaum perempuan, khususnya di bidang pendidikan.
Namun, ketika Kardinah menikah, ia tak bisa lagi ikut dalam perjuangan dan harus mengikuti tradisi. Kekuatan Kartini dan adik-adiknya menjadi berkurang.
4. Perjuangan Kartini untuk kesetaraan gender
Dalam film ini juga dikisahkan bahwa perjuangan Kartini untuk meraih kesetaraan gender nggak mudah. Dia harus menghadapi berbagai konflik dalam perjalanannya. Namun, Kartini adalah sosok pintar, berani dan bersemangat untuk mewujudkan cita-citanya tersebut.
Kita bisa melihat bahwa Kartini pintar dalam memanfaatkan posisi ayahnya, seorang Bupati untuk membangun relasi dengan teman-teman Belanda. Di mana hal ini juga membuka peluang baru agar tulisan dan pemikirannya bisa tersampaikan. Dia juga perlahan menjadi sosok yang dikenal oleh pejabat Belanda di keresidenan.
Setelah membangun relasi, Kartini membantu menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat Jepara saat itu. Hasil seni pahat dari Jepara dikirimkan langsung ke Belanda. Hal ini membantu perekonomian masyarakat Jepara kala itu. Meski awalnya Kartini harus menghadapi kendala untuk mewujudkannya.
Selain itu, kita akan melihat Kartini sangat berfokus pada penyetaraan gender di bidang pendidikan. Oleh karena itu, Kartini bersama adik-adiknya, yaitu Kardinah dan Roekmini mendirikan sekolah untuk kaum miskin. Ia juga ikut andil untuk mengajar di sekolah tersebut.
Tak sampai di situ saja, Kartini juga memiliki teman-teman koresponden Belanda untuk saling bertukar surat dan pemikiran. Kartini sering menuliskan cita-citanya untuk kesetaraan di negaranya. Salah satu teman Kartini yang bernama J.H. Abendanon menyadari pemikiran Kartini yang brilian dan melampaui zaman dimasa dia hidup.
Dia kemudian membukukan surat-surat Kartini dengan judul asli “Door Duisternis tot Licht”. Buku ini lalu diterjemahkan dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Dari film ini, dapat disimpulkan bahwa Kartini adalah sosok yang berupaya mendobrak tradisi-tradisi yang merugikan perempuan. Dia nggak hanya diam menerima takdir. tapi mampu membantu perjuangan terciptanya keseteraan gender di Indonesia dengan caranya sendiri.
Bagaimana nih, sinopsis Film “Kartini”? Sangat memotivasi kaum perempuan untuk selalu berani dalam mewujudkan impian, kan? Banyak pelajaran dari sosok Kartini yang bisa kita teladani.
Selamat hari Kartini untuk semua perempuan Indonesia! Semoga perjuangan Kartini bisa selalu menjadi penyemangat kita dalam mengharumkan nama bangsa.
Apa kamu “Kartini” jadi film Indonesia favoritmu? Coba share di kolom komentar.
Cari kost dekat dengan kuliner, perkantoran, rumah sakit, maupun tempat strategis lainnya? Coba ngekost di Rukita saja! Semua unit kost Rukita di Jabodetabek, Surabaya serta Bandung berada di lokasi strategis dengan akses mudah dekat berbagai tempat strategis.
Jangan lupa unduh aplikasi Rukita via Google Play Store atau App Store, bisa juga langsung hubungi Nikita (customer service Rukita) di +62 811-1546-477, atau kunjungi www.rukita.co.
Follow juga akun Instagram Rukita di @Rukita_Indo dan Twitter di @Rukita_Id untuk berbagai info terkini serta promo menarik!
Bagikan artikel ini