7 Fakta tentang Remdesivir, Obat Harapan Baru Bagi Covid-19
Jika berbicara tentang obat penangkal Covid-19 maka seluruh dunia masih resah. Vaksin baru ada akhir tahun 2020 ini atau tahun depan, sedangkan kehidupan dan ekonomi masih harus berjalan, kan? Mungkin kamu sudah dengar tentang Remdesivir obat yang sedang diuji untuk mengatasi virus Covid-19.
Remdesivir sudah diajukan sejak awal tahun untuk menjadi obat Covid-19. Namun, berbagai tes dan uji coba harus dilakukan untuk mengetahui apakah obat ini benar-benar efektif dan aman untuk digunakan. Setidaknya kini sudah ada sedikit harapan, ya, untuk menyambut kehidupan lebih normal.
Daripada banyak intro, yuk, langsung pelajari tentang Remdesivir!
Hal-hal yang Perlu Kita Ketahui tentang Remdesivir
Apakah obat itu akan dijual umum? Tentu saja tidak. Remdesivir belum diproduksi massal dan bila sudah disetujui, nih, regulasinya juga diatur pemerintah. Jadi jangan harap bisa menimbun obat, ya!
1. Apakah Remdesivir?
Remdesivir adalah obat antiviral eksperimental produksi perusahaan farmasi AS, Gilead. Remdesivir akan menarget mekanisme replikasi dalam virus sehingga tidak bisa bereproduksi. Aslinya, obat ini digunakan untuk mengobati virus ebola, namun tidak lolos uji.
Di tahun 2019 kementerian kesehatan Kongo mengatakan bahwa obat ini kurang efektif dibanding obat antibodi monoclonal. Obat antibodi tersebut digunakan oleh pasien kanker dan lebih efektif digunakan untuk menurunkan angka kematian daripada Remdesivir.
Remdesivir diuji oleh WHO untuk Covid-19 kerena menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk mengobati MERS (Middle East Respiratory Syndrome) dan SARS. Namun tahap uji ini baru dilakukan pada binatang.
Bulan lalu Remdesivir diberi status “orphan drug” yaitu obat yang tidak akan mengambil keuntungan dan tidak akan diproduksi tanpa izin pemerintah. Hal ini dilakukan Gilead agar proses approval segera selesai.
2. Bagaimana hasil uji Remdesivir sejauh ini?
National Instites for Allergy and Infectious Disease (NIAID) ikut mensponsori uji coba ini. Mereka melaporkan bahwa 1.000 pasien yang mengonsumsi obat ini 31% pulih lebih cepat yaitu dalam 11 hari, sedangkan tanpa Remdesivir, tuh, orang membutuhkan setidaknya 15 hari.
Namun, studi ini belum dirilis sepenuhnya, jadi kita belum tahu apa definisi dari ‘pulih’ di sini. Apakah yang masih perlu dirawat di rumah sakit atau sudah bisa pulang. Dr. Fauci dari NIAID sendiri mengatakan bahwa dia merasa optimistis terhadap obat ini, walaupun obat ini tidak 100% pasti bisa menyembuhkan.
Sebelum uji coba NIAID, ya, ada juga tanda-tanda positif yang diberikan oleh jurnal dari University of Chicago. Jurnal itu menunjukkan rekaman dari uji coba klinis yang menyatakan Remdesivir membantu hampir semua pasien untuk sembuh dan ke luar dari rumah sakit.
3. Yakin obat ini bisa bekerja?
Remdesivir sebagai obat Covid-19 dimasukkan ke dalam infus harian selama 10 hari. Untuk sementara ini Remdesivir belum disetujui oleh kementerian kesehatan mana pun dan suplainya juga masih rendah. Berhubung masih dalam tahap uji coba maka banyak negara membelinya untuk uji klinis di negara masing-masing.
Sayangnya, tuh, jurnal medis yang dibuat oleh The Lancet menunjukkan hasil kurang memuaskan. Dari hasil uji coba di Tiongkok, pasien yang mengonsumsi Remdesivir rata-rata sembuh dalam 21 hari, sedangkan yang mengonsumsi plasebonya sembuh dalam 23 hari.
Ada efek yang baik bagi pasien yang meminum Remdesivir sebagai obat di 10 hari pertama mereka memiliki gejala Covid-19. Ketika diminum lebih dini ternyata pasien bisa sembuh rata-rata dalam 18 hari. Ini terjadi karena obat antiviral ini menyerang sistem duplikasi virus sebelum menyebar ke mana-mana.
4. Apakah ada masalah pada uji cobanya?
Uji coba ini harus dilakukan dengan banyak pasien agar statistiknya signifikan. NIAID melakukan uji coba pada 1.000 pasien di seluruh dunia. Sedangkan di Tiongkok sendiri uji coba hanya dilakukan kepada sekitar 230 pasien yang tentunya jumlah ini kurang sekali.
Uji coba juga harus memenuhi standar ilmiah untuk ditarik kesimpulannya. Uji coba di Tiongkok lolos persyaratan ini. Ada pengawas yang mengawasi pasien penerima obat dan kelompok yang tidak. Sedangkan pasien dan peneliti tidak tahu mana yang menerima obat, jadi uji ini ‘buta’.
Journal of Medicine menyatakan pada studi lain tidak memiliki kontrol. Gilead sendiri yang tidak memiliki tim kontrol juga merilis penelitiannya. Mereka membandingkan orang yang menggunakan obat selama 5 hari dan 10 hari. Jelas kesimpulannya berbeda dari penelitan di Tiongkok.
5. Variabel yang masih perlu diperhatikan
“Ada banyak variabel yang menentukan keberhasilan dari uji coba obat ini,” ujar Dr. Schneider-Futschick, kepala Departemen Farmasi University of Melbourne. Di Tiongkok dokter-dokter kesulitan melanjutkan uji coba karena tidak bisa menilik pasien saat lockdown. Padahal waktu pemberian obat sangat penting untuk mengetahui efek obat.
Jadi sekarang kita belum tahu siapa yang harus mengonsumsi Remdesivir. Apakah orang yang sudah memasuki masa pemulihan bisa mendapatkan keuntungan? Apakah ada efeknya bagi orang tua dan orang yang rawan? Kapan obat ini harus dikonsumsi untuk mendapatkan hasil maksimal? Semua ini harus dijawab sebelum obat dinyatakan lolos uji.
6. Apakah ada kompetitor Remdesivir?
Ada beberapa calon-calon obat lain yang sedang diuji coba, salah satunya obat antiviral yang digunakan untuk melawan HIV yaitu Actemra buatan Roche. Obat ini menarget reaksi inflamatori badan terhadap virus.
Para peneliti memiliki harapan yang besar terhadap Remdesivir sebagai obat Covid-19 karena pernah digunakan untuk mengobati Ebola dan Coronavirus jenis lain. Gilead juga dipercaya memiliki kemampuan untuk meningkatkan kapasitas manufaktur jika sudah disetujui.
Kamu ingat, kan, bahwa kemampuan manufaktur obat baru selalu jadi masalah? Hal ini pernah dibahas di artikel Kehidupan Sesudah Covid-19. Beberapa obat generik murah juga diuji coba seperti obat anti-malaria, yaitu hydroxychloroquine yang memiliki banyak efek samping.
7. Kapan Remdesivir disetujui sebagai obat Covid-19?
Persetujuan dari Remdesivir ditentukan oleh pemerintah negara masing-masing sesudah Remdesivir lolos uji coba di NIAID Amerika Serikat. Kini, Remdesivir memasuki fase trial ketiga dan negara-negara boleh menggunakannya lewat jalur approval khusus.
Jepang pada Kamis, 7 Mei 2020 lalu menyetujui penggunaan Remdesivir untuk Covid-19. Hal ini karena adanya kebutuhan mendesak untuk pasien-pasien kritis di Jepang sehingga muncul pengecualian. Remdesivir membantu proses pemulihan pasien yang mengalami kesulitan pernapasan dan memerlukan oksigen tambahan.
Namun, pada Minggu, 3 Mei 2020, Gilead memberikan seluruh stoknya kepada pemerintah AS. Jadi, mereka harus memproduksi obat ini bagi Jepang dan masih belum diketahui kapan obat ini siap. Untuk seluruh dunia sendiri ketersediannya masih membutuhkan sekitar 1 kali tahap uji lagi.
Semoga, ya!
Sumber:
Walau masih di dalam proses uji klinis, nih, setidaknya makin ada harapan yang muncul untuk mendapatkan obat bagi Covid-19. Semoga saja Remdesivir bisa lolos uji coba sehingga dapat segera diproduksi dan bisa diberikanke pada pasien yang membutuhkan.
Berita seputar Covid-19 apa lagi yang ingin kamu ketahui? Apakah kamu optimistis pandemi Corona akan segera berakhir? Bagikan pendapatmu di kolom komentar, ya.
Bagikan artikel ini