Kenapa Anak Indonesia Rentan terhadap Covid-19 Dibanding Negara Lain? Ini 8 Alasannya!
Jakarta Post dan Reuters memberitakan ratusan anak di Indonesia meninggal akibat Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa negara kita merupakan salah satu negara dengan angka kematian anak tertinggi kasuss pandemi Covid-19–yang katanya tidak berbahaya bagi anak-anak di negara lain.
Kok, bisa? Apakah karena kita orang Indonesia? Nggak ada hubungannya dengan keturunan, sih. Namun, lebih memungkinkan bila dihubungkan dengan imun tubuh yang berasal dari gizi pada anak-anak Indonesia.
Mungkin kita melihat banyak anak-anak di Indonesia terlihat sehat dan gembul, tetapi bukan berarti mereka tidak kekurangan gizi, lho. Anak gemuk tidak berarti kebutuhan gizinya terpenuhi, ya, bisa saja ini dampak konsumsi karbohidrat, baik nasi, jajanan, maupun gula.
Mengulik Misteri Kenapa Covid-19 Lebih Mematikan bagi Anak di Indonesia
Mari kita coba mempelajari kenapa anak-anak di Indonesia sangat rentan terhadap Covid-19, bahkan bisa berakibat fatal. Yuk, semakin berhati-hati jika membawa adik atau keponakanmu main sembarangan, ya!
1. Jumlah anak yang terkena Covid-19
Dari data IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) sampai 19 Juli 2020 lalu, dari 7.008 anak di bawah 18 tahun yang terkena Covid-19, 129 anak berstatus PDP meninggal dan terdapat jumlah PDP 3.324 anak. Lalu 584 anak terkonfirmasi Covid-19 dan 14 anak meninggal akibat Covid-19.
FYI, rate kematian anak-anak Indonesia memasuki angka 2,1% persen dari total orang meninggal dan berada di atas standar negara lain di dunia. Di Brazil angka kematian di bawah 19 tahun adalah 1,2%, di Filipina 2,3% dan di Amerika angka kematian di bawah usia 24 tahun hanya 0,1%.
Namun, kita tidak tahu pasti apakah angka ini benar atau bahkan lebih tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka tes terendah dengan hanya 1,2 tes per seribu orang. Beda dari Singapura yaitu 49 tes per 1.000 orang.
Menurut ADAI (Asosiasi Dokter Anak Indonesia), masyarakat tidak bisa yakin bahwa anak di bawah 18 tahun pasti selamat atau hanya akan mengalami gejala ringan karena angkanya sangat tinggi di Indonesia.
2. Kasus stunting
Kamu tahu soal stunting? Menurut WHO, nih, stunting adalah pertumbuhan anak lambat karena nutrisi buruk, infeksi yang terus terjadi, dan stimulasi psikososial tidak layak. Salah satu ciri stunting adalah ketika tinggi badan mereka lebih rendah dari dua standar variasi pertumbuhan anak milik WHO.
Stunting biasa terjadi dalam 1.000 hari pertama sejak pembuahan sampai usia 2 tahun. Kurang gizi di usia ini bisa berakibat fatal pada fungsional anak. Dampak jangka panjangnya adalah perkembangan otak mengalami kesulitan, tidak produktif, obesitas, dan terkena penyakit kronis.
Ada lebih dari 9 juta anak mengalami stunting di Indonesia menurut organisasi 1,000 Days Fund, NGO yang menangani masalah stunting di pedalaman Indonesia. Alhasil, imun anak lebih lemah dan mudah sakit daripada anak lainnya.
3. Malnutrisi pada anak
Akham Yurianto, staf senior Kementerian Kesehatan, menyatakan bahwa Covid-19 menunjukkan bahwa ada masalah malnutrisi yang harus diselesaikan. Menurut Akham ada lingkaran setan yang berhubungan antara malnutrisi dan animea.
UNICEF menyatakan bahwa 20% dari anak SD di Indonesia dan 15% dari remaja Indonesia mengalami obesitas. 2 juta anak di bawah 5 tahun juga mengalami malnutrisi akut. Kedua kondisi ini merupakan ciri dari malnutrisi yang bisa sangat berbahaya apalagi di masa pandemi.
Obesitas dan malnutrisi disebut sebagai double burden of malnutrition. Kondisi ini memiliki ciri munculnya malnutrisi pada badan obesitas. Biasanya anak obesitas gemuk akibat konsumsi kalori tidak sehat dan kekurangan vitamin maupun nutrisi penting lain. Bisa juga mereka dulu stunting, namun saat pertumbuhan orang tuanya hanya memberikan makanan berkalori buruk.
Selain itu bisa juga karena kondisi orang tua. Ibu yang obesitas dan memiliki penyakit diabetes, atau anemia biasanya akan memiliki anak yang obesitas dan diabetes juga. Maka dari itu, gizi dari ibu saat hamil harus diperhatikan.
4. Anemia
Anemia juga menjadi salah satu ciri dari kurangnya gizi pada anak. Anak yang mengalami stunting dan memiliki BMI rendah berisiko tinggi terkena Anemia. Anak stunting yang lahir dari ibu dengan anemia memiliki risiko lebih besar daripada anak stunting lahir dari ibu tidak anemia.
Animea akibat kekurangan nutrisi adalah isu yang terjadi ketika badan tidak bisa menyerap nutrisi tertentu. Hal ini biasanya disebabkan oleh gizi tidak seimbang maupun kondisi kesehatan. Hal ini akan menyebabkan rendahnya sel darah merah, hemoglobin, maupun sel darah merah tidak bisa berfungsi.
Anemia yang paling sering terjadi adalah kekurangan zat besi yang diikuti oleh kadar asam folat dan vitamin B-12 rendah. Namun, kekurangan vitamin C juga bisa berkontribusi terhadap hal ini.
Rendahnya kadar zat besi bisa menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuat orang mudah terinfeksi penyakit. Anemia juga meningkatkan risiko komplikasi yang menyerang jantung dan tenggorokan. Maka dari itu anak dengan anemia dan malnutrisi sangat rentan terhadap Covid-19!
5. Kalori kosong
Mungkin kamu masih bingung melihat banyaknya anak di Indonesia yang terlihat sehat. Kita harus paham juga soal kalori kosong atau makanan yang berkalori tinggi namun minim nutrisi yang meningkatkan kemungkinan obesitas atau kenaikan berat badan.
Untuk mengetahui apakah makanan tersebut merupakan kalori kosong, ya, kamu bisa mengetahuinya dari label kemasan makanan dibeli. Lihat bagian fat (lemak) dan gula (sugar). Umumnya jajanan terbuat dari solid fat atau lemak yang padat di suhu ruangan seperti mentega dan margarin. Sedangkan gula tambahan adalah gula pasir atau sirop yang ditambahkan ke makanan.
Kalori kosong umumnya ada pada cake, kukis, donat kemasan, minuman bersoda, minuman energi, dan jus kemasan. Keju, es krim yang tinggi lemak, serta daging olahan seperti sosis dan nugget, maupun fast food juga merupakan kalori kosong.
6. Permen dan nasi putih juga termasuk kalori kosong
FYI, banyak orang tua suka memberikan anak jajanan manis seperti permen dan kue yang juga termasuk dalam kalori kosong. Nugget dan sosis juga ada yang harganya murah dan sering jadi lauk padahal ini juga kalori kosong.
Nasi adalah kalori kosong yang kamu nggak pernah sadari, lho. Beras putih itu telah diolah sedemikian rupa hingga kehilangan vitamin, mineral, dan serat pangan yang penting!
Solusinya: variasikan karbohidrat anak dengan ketela, ubi, kentang, dan umbi-umbian Indonesia lainnya bersama lauk yang porsinya seimbang.
7. Kurangnya fasilitas kesehatan anak
Sistem kesehatan untuk orang dewasa saja kurang, bagaimana bisa menampung anak-anak? Di Indonesia, hanya ada 4 dokter dan 12 tempat tidur di rumah sakit untuk 10 ribu orang. Sedangkan hanya ada 3 ICU untuk 100.000 orang. Maka dari itu Presiden Jokowi meminta tolong kepada negara lain untuk bantuan ventilator.
“Anak yang terkena Covid-19 umumnya tertular anggota keluarga yang positif terinfeksi,” kata Susianah Affandy dari Komisi Perlindungan Anak. Maka dari itu, fasilitas kesehatan anak, terutama anak yang rentan dan disabilitas harus ditingkatkan dan disokong dana lebih dari pemetintah.
Shela Sundawa, seorang dokter anak yang diwawancara Reuters juga menyatakan bahwa ICU anak di Indonesia sangatlah kurang. Di Madura sendiri, tidak ada ventilator untuk anak yang menyebabkan anak berusia 11 tahun meninggal akibat Covid-19 di Madura. Seorang anak berusia 9 bulan juga meninggal di Lombok karena tidak ada ICU memadai untuk anak di sana.
8. Faktor perokok pasif
Indonesia memiliki angka perokok pria tertinggi di dunia dengan total 60% pria penduduk Indonesia yang merokok. Perokok pasif di dalam rumah ada sekitar 70% pada tahun 2018. Belum lagi 1 dari 5 anak berusia 13-15 sudah merokok.
Merokok tentu merusak tenggorokan dan menyebabkan kita lebih rentan terhadap Covid-19. Hal ini yang mengakibatkan meningkatnya risiko di dalam jaringan pernapasan kita.
Sumber:
Sekarang sudah tahu, kan, kalau ternyata gizi, kesehatan, dan fasilitas kesehatan di Indonesia masih belum memadai bagi adik-adik kita? Maka dari itu mari ikut membantu menjaga kesehatan anak-anak kecil di sekitar kita dan memenuhi gizi terbaik bagi mereka.
Apakah kamu terkejut kalau anak Indonesia ternyata banyak yang kurang gizi? Tinggalkan pendapatmu di kolom komentar di bawah ini.
Bagikan artikel ini